Dari 2,9 juta jumlah guru di
Indonesia ada banyak diantaranya yang tidak paham tekhnologi atau bisa
dikatakan “gaptek”, sangat memprihatinkan memang terutama didaerah-daerah
pelosok Indonesia karena mungkin keterbatasan fasilitas disana seperti komputer
dan akses internet. Namun jangan menjadi alasan bagi semua guru di Indonesia
untuk tidak turut mendalami tekhnologi juga. Apalagi karena alasan seperti
tidak ada waktu, fokus untuk mengajar atau alasan-alasan lainnya yang membuat
guru terkena penyakit TBC, mungkin agak heran mendengar penyakit ini, lalu apa
kaitannya antara tekhnologi dengan TBC yang merupakan penyakit yang menyerang
kesehatan. Jangan khawatir ini tidak akan menyebabkan kematian, akan tetapi
sangat keterlaluan bagi guru di era modern ini jikaterserangi penyakit ini.
Maksud TBC disini adalah Tidak Bisa Computer.
Guru di era modern harus paham mengenai tekhnologi, terutama tekhnologi
informasi yang saat ini berkembang pesat.
Dengan pesatnya
berkembangan tekhnologi informasi pada saat ini, adakalanya siswa cepat lebih
tau tentang suatu ilmu dibandingkan gurunya, dengan demikian pola mengajar yang
pernah digambarkan oleh Margaret Mead sebagai sebuah pemancaran (transmisi)
vertikal ke arah bawah, dimana pelajaran diturunkan dari orang dewasa kepada
anak-anak, kini makin lama makin berbentuk pemancaran horisontal, dimana mereka
yang memiliki informasi yang akan memancarkan atau meneruskan informasi itu
kepada orang-orang lain yang memerlukannya tanpa atau hanya sedikit
mempedulikan kepantasan tradisional dalam hal usia.[1]
Makanya tidak heran bahwa saat ini muncul perilaku-perilaku aneh dari siswa.
Bukan hanya itu di rumah pun adakalanya orang tua kesulitan mendidik anaknya,
karena mungkin salah satu faktornya adalah anak lebih serba tau dari pada orang
tuanya. Di era modern ini guru harus mampu untuk membuka wawasan nya, dan tidak
menutup diri untuk mendalami tekhnologi informasi. Agar guru bisa melaksanakan
tugas mengajar dan mendidik nya dengan maksimal. Karena akan jadi masalah
ketika murid lebih pintar dibanding dengan Gurunya.
Selain itu
seperti dalam buku Crisis in the Clasroom (Krisis di Ruang Kelas dijelaskan
bahwa sekolah-sekolah di Amerika saat ini menderita akibat terlalu banyak
perilaku yang tidak pernah dipertanyakan sebelumnya, serta terlalu banyak
perkiraan yang tidak pernah di uji kebenarannya. Untuk itu guru di era modern
ini harus mampu untuk menjawab persoalan-persoalan itu. Menurut Silberman, ada
permasalahan dalam pendidikan calon guru. Yaitu bukan lantaran pendidikan itu
teramat bersifat praktis, melainkan karena ia gagal membekali para calon guru
dengan sebuah perasaan akan adanya tujuan tertentu, sebuah filosofi pendidikan
tertentu. Selanjutnya menurut Silberman “keterampilan tanpa kesadaran diri
adalah berbahaya, karena keterampilan cenderung untuk hanya mengulang-ulang apa
yang pernah dikerjakan, sementara kesadaran diri membuka jalan untuk
pertumbuhan.” Maka dari itu setiap calon guru atau guru itu sendiri harus
menyadari filosofi pendidikan sehingga mampu mebuat pendidikan dan proses
pembelajaran di sekolah tidak keluar dari hakikat pendidikan itu sendiri, yaitu
humanisasi yang berakar pada nilai-nilai moral dan agama, yang
berlangsung baik di dalam lingkungan hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan
bangsa, kini dan masa depan.
[1] Margaret
Mead, Culture and Commitment: A Study of
Generation Gap (kebudayaan dan Komitmen: Sebuah kajian tentang Kesenjangan
antar-Generasi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar