Berbicara tentang guru, guru merupakan sosok yang berwatak
adiluhung, karena posisi dan peranannya untuk mengajar dan membimbing para
murid agar menjadi manusia yang berakhlak baik, memiliki ilmu pengetahuan dan
bermanfaat bagi orang lain. Guru dengan istilah sunda yaitu “digugu jeung
ditiru” menjadikan guru sebagai manusia percontohan yang segala tingkah lakunya
merupakan hal yang bisa dijadikan contoh oleh muridnya. Semua penghormatan
terhadap guru tidak terlepas dari pengetahuannya yang ditularkan kepada
murid-muridnya.
Guru adalah orang yang senang apabila muridnya memiliki daya
tangkap yang hebat dan daya terima yang baik. Mungkin karena hal itu lah
seorang guru besar dalam sejarah China, yang bernama Mencius, mengatakan: “Orang bijak gentlemen) berpikiran kalau saya
mengadah kelangit, saya tidak merasa bersalah kepadanya; pada saat saya melihat
kepada manusia saya tidak pernah merugikan dia; itulah suka cita pertama. Kedua
kalau ayah dan ibu masih ada, seluruh saudara belum ada yang meninggal, itulah
suka cita kedua. Ketiga, ketika saya mendapatkan orang-orang yang pandai di
bawah kolong langit ini dan saya boleh mendidik mereka dengan baik, itulah suka
cita yang ketiga” Mencius memberikan pemahaman kepada kita bahwa hakikat
guru yang sejati adalah, sosok yang sangat menghayati posisinya sebagai guru,
yang merupakan orang yang bahagia ketika ia memiliki kesempatan untuk mengajar,
apalagi melihat murid-muridnya pandai.
Begitupun dengan Konfucius guru dari Cina merupakan seorang yang
bahagia ketika ia pernah memiliki seorang murid yang sangat pandai. Namun sang
murid tidak berumur panjang, dan membuat Konfucius sangat sedih. Itulah hal
yang harus menjiwai seorang guru bahwa obsesisinya adalah untuk mencerdasakan
generasi, sehingga akan merasa susah kalau melihat anak-anak bernasib buruk,
bodoh, malas, dan nakal.
Dalam sejarah Jepang pun tercatat betapa pentingnya guru untuk
membangun sebuah bangsa, pada saat Kota Hiroshima dan Nagasakhi dibom atom, kaisar Jepang
mengajukan satu pertanyaan kepada Perdana Menteri “ berapa jumlah Guru yang
masih ada ?”. Hal yang ditanyakan Sang Kaisar sebuah pertanyaan yang mendasar
dan mengandung filosofi yang tinggi bagi masa depan bangsa Jepang. Kaisar
berkeyakinan bahwa untuk membangun masa depan Jepang sangat diperlukan Guru. Gurulah
yang diyakini Kaisar Jepang sebagai agent of change masa
depan Bangsa.
Dengan melihat betapa pentingnya peran guru untuk mengubah suatu bangsa,
maka bukan suatu hal yang mustahil bahwa guru akan mengubah bangsa Indonesia yang tengah dilanda krisis multi dimensi ini
menjadi bangsa yang kuat dan siap bersaing di era Globalisasi ini. Guru memang bukan segalanya tapi segala perubahan dapat dimulai dari guru. Bisa dimulai dari cara guru mengajar di sekolah.
Karna guru membangun peradaban, yuu menjadikan diri ini "guru jadi" bukan semata "jadi guru"
BalasHapusNah itu, setuju..:D
Hapus